MENGENAL JUSTICE COLLABOLATOR (JC) DALAM KASUS SAMBO

TINJAUAN YURIDIS JUSTICE COLLABOLATOR (JC) DALAM KASUS SAMBO



Beberapa waktu belakangan, masyarakat Indonesia dihebohkan atas kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Brigadir J disebut-sebut tewas akibat ditembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Atas peristiwa tersebut, Penyidik tim khusus Polri saat ini telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, antara lain: bekas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer (Bharada E), Bripka Ricky Rizal, Kuwat Ma’ruf, dan Putri Candrwathi yang merupakan istri Sambo. Salah satu tersangka yaitu Bharada E, kini telah resmi menjadi Justice Collaborator  atas permohonan yang beberapa waktu diajukan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lantas apa itu Justice Collabolator (JC)? 

A. Dasar Hukum Dalam hukum nasional setidaknya ada 3 peraturan yang mengatur JC antara lain:

  1. Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU No. 31 Tahun 2014);
  2. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collabolators) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu (SEMA No. 04 Tahun 2011); 
  3. Peraturan Bersama MENKUMHAM RI, Jaksa Agung RI, KAPOLRI, KPK RI, Ketua LPSK , No: M.HH-11 .HM.03.02. Th.2011, No: PER-045/A/JA/12/2011, No: 1 Tahun 2011, No: KEPB-02/01- 55/12/2011, No: 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama. 

B. Definisi
  1. UU No. 31 Tahun 2014, Saksi Pelaku atau Justice collaborator (JC) adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana. 
  2. SEMA No. 04 Tahun 2011,   JC adalah Saksi Pelaku yang bekerjasama.
  3. Peraturan Bersama MENKUMHAM RI, Jaksa Agung RI, KAPOLRI, KPK RI, Ketua LPSK tahun 2011.   JC adalah saksi yang juga pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan asset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Sehingga peran kunci yang dimiliki oleh JC sendiri antara lain:
  1. Untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana, sehingga pengembalian asset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada negara; 
  2. Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum; dan 
  3. Memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

C. Syarat atau Pedoman Menentukan dan Mendapat Perlindungan sebagai JC 

Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2014, untuk mendapatkan perlindungan sebagai JC harus memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), antara lain: tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya; 
  2. Sifat pentingnya keterangan dalam mengungkap suatu tindak pidana; 
  3. Bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapkannya; 
  4. Kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis; dan
  5. Adanya Ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan terjadinya Ancaman, tekanan secara fisik atau psikis terhadap Saksi Pelaku atau Keluarganya jika tindak pidana tersebut diungkap menurut keadaan yang sebenarnya.  
Berdasarkan SEMA No. 04 Tahun 2014, maka untuk menentukan JC harus memenuhi syarat sebagai berikut: 
  1. Merupakan pelaku atas kasus tindak pidana tertentu yang bersifat serius, seperti: 
  • Tindak pidana korupsi;
  • Terorisme; 
  • Tindak pidana narkotika; 
  • Tindak pidana pencucian uang; 
  • Perdagangan orang;
  • Tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir, telah menimbulkan masalah dan ancaman yang serius terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat sehingga meruntuhkan Lembaga serta nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum. 
  1. Mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama, serta memberikan keterangan sebagai Saksi di dalam proses peradilan; 
  2. Memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif mengungkap pelaku lainnya yang berperan lebih besar dan/atau mengembalikan asset/hasil tindak pidana.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Bersama MENKUMHAM RI, Jaksa Agung RI, KAPOLRI, KPK RI, Ketua LPSK tahun 2011, untuk mendapatkan perlindungan sebagai JC harus memenuhi syarat sebagai berikut: 
  1. Tindak Pidana yang diungkap adalah tindak pidana yang serius dan/atau terorganisir;
  2. Memberikan keterangan yang signifikan, relevan dan andal untuk mengungkapnya; 
  3. Bukan pelaku utama atas kejahatan yang akan diungkapnya; 
  4. Kesediaan mengembalikan asset hasil tindak pidana, yang dinyatakan secara tertulis; 
  5. Adanya ancaman yang nyata atau kekhawatiran akan adanya ancaman, tekanan, baik fisik maupun psikis terhadap JC atau keluarganya apabila kejahatan tersebut diungkap sebenarnya.

D. Bentuk Perlindungan, Hak-Hak dan Penghargaan yang diperoleh JC 

           1. Hak-Hak JC: 
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; 
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; 
c. memberikan keterangan tanpa tekanan; 
d. mendapat penerjemah; 
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat; 
f. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; 
g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; 
h. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
 i. dirahasiakan identitasnya; 
j. mendapat identitas baru; 
k. mendapat tempat kediaman sementara; 
l. mendapat tempat kediaman baru; 
m. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; 
n. mendapat nasihat hukum; 
o. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau 
p. mendapat pendampingan.

         2. Penanganan Khusus JC selama Proses Pemeriksaan 
a. Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara Saksi Pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya; 
b. Pemisahan pemberkasan antara berkas Saksi Pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya; dan/atau 
c. Memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. 
d. Penundaan penuntutan atas dirinya; 
e. Memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa meunjukkan wajahnya atau tanpa menunjukkan identitasnya;

         3. Bentuk Perlindungan Lainnya: 
a. Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik. 
b. Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, dan/atau Pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. 

        4. Penghargaan kepada JC: UU No. 31 Tahun 2014:
a. Keringanan penjatuhan pidana, yang mencakup: pidana percobaan, pidana bersyarat khusus, atau penjatuhan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lainnya.; atau 
b. Pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana. Atas rekomendasi secara tertulis oleh LPSK kepada Penuntut Umum untuk dimasukkan dalam tuntutannya, untuk huruf a dan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, untuk huruf b.

SEMA No. 04 Tahun 2011: 
a. Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau 
b. Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara paling ringan di atara Terdakwa lainnya. Dengan tetap mempertimbangankan rasa keadilan masyarakat. 

E. Mekanisme 
  1. Mengajukan permohonan ke LPSK dan/atau Aparat Penegak Hukum terkait; 
  2. LPSK dan/atau Aparat Penegak Hukum terkait melakukan kajian, pertimbangan serta koordinasi.


Setelah melihat peraturan di atas tersebut,  maka jika kita kaitkan dengan kasus yang ada saat ini, dimana Putri Candrawati merupakan istri dari Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka, melihat kasus ini tentu memberikan opini yang brutal di tengah masyarakat, arah kasus ini masih belum jelas, masyarakat bisa melihat bagaimana Institusi POLRI yang terkesan menutupi kebenaran di awalnya, kemudian karena tekanan masyarakat yang begitu besar sehingga kebenaran semakin lama kian terbuka dan POLRI tidak dapat membentung itu apalagi Presiden RI sampai turun tangan memerintahkan Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini, kompleksnya kasus ini memunculkan statement pentingnya peran Justice Collaborator dalam kasus ini, mengacu kepada norma dan pandangan kritis dan analitis dari sobat Pemuda Sadar Hukum, siapa yang kira-kira layak menerima Justice Collaborator ini? apakah Bharada E sudah layak menerima JC?
Berikan Komentar Kamu.!

Penulis : Saka Sutrisna ( Koordinator bidang Humas Pemuda Sadar Hukum )



Refrensi :

  1. Cnnindonesia.com, 5 Tersangka di Kasus Brigadir Yosua Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana, diakses dari: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220819154924-12-836594/5-tersangka-di-kasus-brigadiryosua-dijerat-pasal-pembunuhan-berencana.
  2. Kompas.tv, LPSK: Bharada E Resmi Jadi Justice Collaborator, Siap Mengungkap Pelaku Pembunuhan Brigadir J diakses dari https://www.kompas.tv/article/319046/lpsk-bharada-e-resmi-jadi-justicecollaborator-siap-mengungkap-pelaku-pembunuhan-brigadir-j.
  3. Ahmad Sofian, Justice Collaborator Dan Perlindungan Hukumnya, diakses dari https://businesslaw.binus.ac.id/2018/02/14/justice-collaborator-dan-perlindungan-hukumnya/ .
  4. UU No. 31 Tahun 2014.
  5. Peraturan Bersama MENKUMHAM RI, Jaksa Agung RI, KAPOLRI, KPK RI, Ketua LPSK , No: M.HH-11 .HM.03.02. Th.2011, No: PER-045/A/JA/12/2011, No: 1 Tahun 2011, No: KEPB-02/01- 55/12/2011, No: 4 Tahun 2011.


Posting Komentar

0 Komentar